Beranda » Sumber Produk » Kemasan & pencetakan » Dampak Plastik Berbasis Fosil pada Kemasan Makanan dan Minuman

Dampak Plastik Berbasis Fosil pada Kemasan Makanan dan Minuman

Tiga botol plastik jatuh

Peralihan ke bahan berbasis bio menawarkan jalan yang menjanjikan menuju solusi pengemasan berkelanjutan dalam industri makanan dan minuman.

Transisi dari bahan kemasan berbasis fosil ke bahan kemasan berbasis bio merupakan langkah penting menuju keberlanjutan. Kredit: Waeel quttene melalui Shutterstock.
Transisi dari bahan kemasan berbasis fosil ke bahan kemasan berbasis bio merupakan langkah penting menuju keberlanjutan. Kredit: Waeel quttene melalui Shutterstock.

Dalam bidang makanan dan minuman, fungsi utama kemasan adalah sebagai penghalang, melindungi isi dari patogen dan kontaminan sambil menjaga kestabilan lingkungan internal untuk mengekang pertumbuhan mikroba dan kerusakan produk.

Hal ini tidak hanya memperpanjang umur simpan produk seperti buah-buahan dan sayuran di luar musim yang dapat dibawa dalam jarak jauh, tetapi juga mengurangi limbah makanan. Meski memiliki banyak manfaat, dominasi plastik dalam kemasan masih menimbulkan permasalahan.

Plastik disukai karena keserbagunaannya—menawarkan sifat-sifat utama seperti permeabilitas gas dan uap air, daya tahan, dan transparansi. Namun, hal tersebut menimbulkan tantangan lingkungan yang signifikan.

Sebagian besar berasal dari bahan bakar fosil, produksi plastik berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca, dan hanya sebagian kecil yang didaur ulang di Inggris, sebagian besar berakhir di tempat pembuangan sampah, dibakar, atau menjadi sampah yang terus-menerus di habitat alami.

Inisiatif untuk mengurangi penggunaan plastik dalam kemasan

Menyadari dampak buruk plastik konvensional terhadap lingkungan, yang merupakan 40% dari seluruh penggunaan plastik, beberapa inisiatif telah diluncurkan untuk mengurangi kehadirannya dalam kemasan.

Pengumuman Pemerintah Inggris pada tahun 2018 mengenai pajak baru atas kemasan plastik dengan kandungan daur ulang kurang dari 30% merupakan langkah berani dalam mendorong penggunaan bahan daur ulang.

Inisiatif lebih lanjut seperti Rencana Lingkungan Hidup 25 Tahun bertujuan untuk mencapai nol sampah plastik yang dapat dihindari pada tahun 2042, dan Pakta Plastik Inggris berharap agar semua kemasan plastik dapat digunakan kembali, didaur ulang, atau dibuat kompos pada tahun 2025.

Langkah-langkah ini dilengkapi dengan strategi untuk meningkatkan tingkat daur ulang dan meningkatkan infrastruktur pengelolaan limbah, yang merupakan langkah penting dalam mengurangi dampak lingkungan dari kemasan.

Munculnya bahan-bahan berbasis bio untuk kemasan

Di tengah penolakan terhadap plastik berbahan fosil, bahan berbasis bio telah mendapat perhatian. Bahan-bahan ini, yang berasal dari sumber alami seperti tumbuhan, hewan, atau jamur, menghadirkan alternatif yang lebih berkelanjutan.

Bahan-bahan tersebut cenderung menghasilkan lebih sedikit gas rumah kaca selama produksi dan sering kali dapat terurai secara hayati atau dibuat kompos. Namun, istilah “biodegradable” dan “compostable” memiliki perbedaannya masing-masing.

Meskipun bahan biodegradable terurai secara alami seiring berjalannya waktu, bahan tersebut mungkin tidak terurai dengan cepat atau seluruhnya, sehingga berpotensi membentuk mikroplastik. Di sisi lain, bahan yang dapat dijadikan kompos dirancang untuk terurai dalam kondisi dan jangka waktu tertentu, khususnya di fasilitas pengomposan industri.

Atribut-atribut tersebut sejalan dengan tujuan lingkungan hidup namun juga menyoroti kompleksitas peralihan sepenuhnya dari plastik konvensional.

Bahan kontak makanan berbasis bio: peluang dan tantangan

Peralihan ke bahan kontak makanan berbasis bio (BBFCM) seperti kertas, bambu, kitin dari kerang, dan produk berbahan dasar rumput laut menawarkan kemungkinan yang menarik.

Bahan-bahan ini tidak hanya mengurangi ketergantungan pada sumber daya tak terbarukan namun juga mengurangi beberapa dampak lingkungan yang terkait dengan produksi plastik tradisional.

Namun, BBFCM mempunyai tantangan tersendiri.

Bahan-bahan tersebut harus memenuhi standar keamanan yang ketat untuk mencegah bahan kimia berpindah ke dalam makanan, suatu kekhawatiran yang sangat akut ketika bahan-bahan tersebut bersentuhan dengan makanan dan minuman.

Selain itu, meskipun BBFCM seperti bioplastik—yang berasal dari polimer alami atau disintesis melalui proses mikroba—menawarkan fungsi yang sebanding dengan plastik berbasis fosil konvensional, tidak semuanya dapat terurai secara hayati, dan manfaatnya bagi lingkungan dapat sangat bervariasi.

Sebuah langkah penting menuju keberlanjutan dalam industri makanan dan minuman

Transisi dari bahan kemasan berbasis fosil ke bahan kemasan berbasis bio merupakan langkah penting menuju keberlanjutan dalam industri makanan dan minuman. Namun, peralihan ini memerlukan pertimbangan cermat terhadap sifat material, dampak lingkungan, dan potensi risiko kesehatan.

Inovasi yang berkelanjutan, ditambah dengan kerangka peraturan yang kuat dan pendidikan konsumen, akan sangat penting untuk mewujudkan sepenuhnya manfaat dari solusi pengemasan alternatif.

Upaya ini bukan hanya sekedar mengganti satu bahan dengan bahan lain, namun juga memikirkan kembali pendekatan kami terhadap pengemasan untuk memastikan masa depan yang berkelanjutan.

Sumber dari Gerbang Pengemasan

Penafian: Informasi yang diuraikan di atas disediakan oleh packing-gateway.com secara independen dari Chovm.com. Chovm.com tidak membuat pernyataan dan jaminan mengenai kualitas dan keandalan penjual dan produk.

Apakah artikel ini berguna?

Tentang Penulis

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Bidang yang harus diisi ditandai *

Gulir ke Atas